BIOLOGI IKAN KUDA LAUT (Hippocampus kuda).

Oleh:
Oktovianus Sahulata, S.Pd, M.Si
Guru Sains Sekolah Kristen Kalam Kudus Ambon


Ikan Kuda laut (Hippocampus spp) merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang dimanfaatkan sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku obat-obatan. Sebagai ikan hias karena memiliki daya tarik yaitu posisi badannya yang tegak saat berenang, dan kemampuannya untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan (mimikri) sehingga membuat penampilannya semakin menarik sebagai pajangan dalam akuarium. Disisi lain, jenis ikan ini dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai obat tradisional karena mempunyai khasiat tertentu (Antoro dan Sudjiharjono, 2005). Masyarakat China sejak ribuan tahun silam telah memanfaatkan ikan kuda laut sebagai obat tradisional (Traditional Chinese Medicine - TCM) untuk mengatasi berbagai gangguan kesehatan antara lain; melemahnya organ ginjal dan hati, memperlancar peredaran darah, disfungsi vitalitas seksual, menguatkan rahim dan mencegah kanker payudara. Keunikan lain yang dimiliki oleh ikan kuda laut dari aspek reproduksi adalah kehamilan yang terjadi pada ikan kuda laut jantan, karena memiliki kantung pengeraman (brood pouch). Dalam kantung pengeraman inilah ikan jantan memelihara anaknya sebelum dilahirkan.
Kenyataan-kenyataan tersebut diatas, menyebabkan ikan kuda laut menjadi salah satu komoditi primadona perikanan yang laku di pasaran baik untuk lokal maupun ekspor. Salah satu jenis ikan kuda laut yang penting adalah Hippocampus kuda atau yang biasa dikenal dengan nama tangkur kuda. Di daerah Maluku ikan ini dikenal dengan nama ikan sikat gigi, karena bentuknya yang mirip sikat gigi. Setiap tahun, sekitar 20 sampai 24 juta ikan kuda laut diperdagangkan oleh sekitar 77 negara untuk digunakan sebagai obat tradisional. Untuk bahan baku obat-obatan diperdagangkan dalam bentuk yang sudah dikeringkan dengan harga mencapai Rp. 2.000.000/kg di pasar ekspor Hongkong dan China (Prein, 1995). Di Indonesia, ikan kuda laut dijual sebagai ikan hias dengan harga antara Rp. 15.000 – Rp. 20.000 per ekor (Al Qodri, dkk., 1998). Akibat dari permintaan yang terus meningkat dan eksploitasi yang berlebihan menyebabkan populasi ikan kuda laut di alam menjadi semakin terancam dan telah masuk dalam kategori “vurnarable” yaitu terancam populasinya di alam, sehingga menjadi bagian dalam keputusan Apendiks II CITES sejak tahun 2004, dimana semua kegiatan ekspor maupun impor ikan kuda laut harus memiliki izin (certificate of origin). Upaya yang terus dilakukan adalah pengembangan budidaya ikan kuda laut melalui kegiatan pembenihan (hatcherry). Salah satu permasalahan budidaya ikan kuda laut adalah masih tingginya tingkat mortalitas pada usia larva karena berbagai faktor antara lain jenis pakan yang sesuai untuk pertumbuhannya.
Beberapa aspek biologi dari ikan kuda laut menjadi hal yang mutlak diketahui sebagai pengatahuan dasar untuk mengenal lebih jauh tentang ikan kuda laut dalam rangka melakukan upaya budidaya maupun konservasi terhadap spesies ini.
1. Klasifikasi dan Identifikasi Ikan Kuda Laut ( Hippocampus kuda ).
Ikan kuda laut merupakan jenis ikan bertulang sejati (teleostei), yang dilengkapi dengan insang, sirip dan gelembung renang. Ikan kuda laut terdiri dari satu genus (Hippocampus spp) yang termasuk dalam famili Syngnathidae, dan terkelompok dalam pipefishes, pipehorse dan seadragons yang semuanya termasuk dalam ordo Gasterosteiformes (Vincent, 1996).
Kedudukan ikan kuda laut ( Hippocampus kuda) dalam susunan takson menurut Burton and Maurice (1983) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Gasterosteiformes
Famili : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Spesies : Hippocampus kuda
Ciri umum ikan kuda laut (Hippocampus kuda) adalah bentuk tubuhnya yang menyimpang dari ikan pada umumnya, bentuk kepala yang menyerupai kepala kuda dengan moncong yang panjang menyerupai paruh seekor burung penghisap madu, terdiri dari rahang atas dan rahang bawah serta tidak mempunyai gigi seperti kebanyakan ikan pada umumnya(Anonimus, 1989; Thayib, 1977).
Selanjutnya Thayib (1977) menjelaskan bahwa sepanjang permukaan tubuh ikan kuda laut seakan-akan dilapisi oleh tulang pipih menonjol yang menyerupai perisai dan berbentuk seperti cincin yang berfungsi sebagai kerangka luar (eksoskeleton). Ikan kuda laut tidak memiliki tulang iga dan walaupun bentuk tubuhnya tidak seperti ikan pada umumnya, tetapi ikan kuda laut memiliki sirip punggung yang berfungsi untuk bergerak, insang digunakan untuk menyerap zat asam dari sekeliling tubuhnya dan memiliki tulang punggung untuk menunjang kerangka tubuhnya, yang mana hal tersebut identik dengan organ-organ ikan pada umumnya.
2. Morfologi Ikan Kuda Laut (Hippocampus kuda ).
Secara morfologi tubuh ikan kuda laut (Hippocampus kuda) tergolong unik dan berbeda dari jenis ikan pada umumnya. Kepala ikan kuda laut berbentuk segitiga dan menyerupai kepala kuda, moncongnya panjang dan membentuk sudut 90 derajat dari badannya. Bagian tubuh ikan kuda laut tidak ditutupi oleh sisik tetapi oleh segmen tulang yang menyerupai perisai. Memiliki sirip antara lain satu sirip punggung (dorsal fin), sepasang sirip dada (pectoral fin) dan satu sirip anus (anal fin). Ikan kuda laut sangat lambat dalam hal berenang, karena ia berenang dengan posisi vertikal sehingga tekanan air terhadap permukaan tubuhnya akan besar dan dapat menghambat serta memperlambat gerakan ikan kuda laut dalam air. Ciri ikan kuda laut secara morfologi dapat dilihat pada gambar berikut ini:










Gambar 1. Morfologi Ikan Kuda Laut . 1. Sirip Dada, 2. Sirip punggung, 3. Sirip anal, 4. Kantong pengeraman / brood pouch.( sumber, Schultz, 1977).


Ikan kuda laut jantan memiliki kantung telur (brood pouch) sebagai tempat mengerami anaknya sebelum dilahirkan sebagai anak kuda laut (juwana). Asmanelli dan Andreas, (1993) menjelaskan bahwa dengan adanya kantung telur ini, maka ikan kuda laut jantan bersifat ”parental care” yaitu memelihara telur dan embrio sebelum dilahirkan. Kantung telur ini mulai terlihat ketika ikan kuda laut jantan berumur 3,5 bulan.
3. Reproduksi Ikan Kuda Laut ( Hippocampus kuda ).
Ikan kuda laut (Hippocampus kuda) termasuk hewan ovovivipar yaitu hewan yang bertelur, mengerami dan melahirkan dengan suplai makanan melalui pembuluh darah yang ada dalam kantung pengeraman ikan kuda laut jantan. (Widianingrum, 2000).
Proses reproduksi ikan kuda laut cukup unik , karena pengeraman dilakukan oleh ikan kuda laut jantan dalam kantung pengeraman yang dimilikinya. Fertilisasi dilakukan secara internal saat ikan kuda laut betina meletakan telur-telurnya dalam kantung pengeraman ikan kuda laut jantan. Al Qodri, dkk (2005) menjelaskan bahwa ikan kuda laut dapat memijah pada umur 7 – 8 bulan, dengan kisaran berat lebih dari 7 gram dan panjang antara 11 – 15 cm.
Fekunditas ikan kuda laut lebih rendah bila dibandingkan dengan kebanyakan ikan. Sebagian besar ikan kuda laut jantan dapat menghasilkan 100 – 600 ikan kuda laut muda per masa kehamilan, meski ada spesies kecil yaitu Hippocampus zosterae yang hanya menghasilkan 5 ekor per masa kehamilan (Vincent, 1996).
3.1. Pemijahan
Burton and Maurice (1993) menyatakan bahwa pemijahan diawali dengan jantan individu jantan yang bertingkah laku seperti pengantin, dimana proses ini akan merangsang jantan untuk siap menerima telur. Seekor ikan kuda laut jantan akan berpasangan dengan seekor betina, dimana jantan berenang didepan betina, dan keduanya saling berpegangan serta saling melilitkan ekornya. Dalam interval waktu tertentu, mereka melepaskan lilitan ekornya dan berenang bersama dalam posisi pararel. Selanjutnya pada puncak pemijahan ekor jantan dan betina pada posisi lurus, moncong saling menekan dan mereka berenang bersama menuju permukaan dengan lubang kelamin betina (urogenital) diarahkan ke kantung pengeraman jantan. Dalam waktu 5 – 6 detik telur betina akan dikeluarkan dalam bentuk gumpalan kemerah-merahan melalui ovipositornya dan masuk dalam katung pengeraman ikan kuda laut jantan. Setelah telur dikeluarkan seluruhnya, ikan kuda laut betina akan melepaskan diri dari yang jantan dan ikan kuda laut jantan berusaha menyerap seluruh telur kedalam kantong pengeraman sambil menggoyang-goyangkan badan untuk mengatur posisi telur didalam kantung pengeraman. Lamanya waktu proses pemindahan telur tergantung dari masing-masing jenis ikan kuda laut. Untuk jenis Hippocampus kuda waktu yang diperlukan untuk pemindahan telur adalah 10 – 30 detik dan bergantung juga pada jumlah telur yang dihasilkan.
Anonimus (2007) menjelaskan hasil penelitian dan analisa dari Profesor Bill Holt dan para koleganya dari Zoological Society Of London (ZSL) yang menyatakan bahwa ikan kuda laut (Hippocampus kuda) jantan ternyata memiliki sperma-sperma super (super sperms) yang mampu membuahi banyak sel telur dalam waktu singkat. Kesimpulan tersebut dikemukakan setelah mengamati rekaman video yang menayangkan proses perkawinan ikan kuda laut kuning (Hippocampus kuda) secara terperinci. Lebih jauh dijelaskan bahwa saat ritual kawin dimulai, ikan kuda laut betina akan menyalurkan sel-sel terlurnya ke kantung khusus yang ada di tubuh ikan kuda laut jantan selama 5 – 10 detik. Di saat yang sama, ternyata ikan kuda laut jantan juga menyemprotkan spermanya ke air yang kemudian berenang secepatnya untuk mencari sel telur di dalam kantung pengeramannya. Temuan ini sangat mengejutkan karena sebelumnya diduga bahwa sperma langsung disalurkan dari tubuh ikan kuda laut jantan ke kantung khusus di tubuhnya.
Menurut Prein (1995), kebanyakan spesies ikan kuda laut menghasilkan telur sekitar 100 – 200 butir, akan tetapi ada yang mencapai 600 butir. Al Qodri, dkk (2005) menjelaskan bahwa induk betina ikan kuda laut (Hippocampus kuda) dengan panjang tubuh 10 – 14 cm dapat memproduksi telur sebanyak 300 – 600 dan dapat berkembang menjadi juwana (anak ikan kuda laut).
Musim kawin Syngnathidae di alam berlangsung beberapa bulan, umumnya terjadi pada bulan Oktober – Pebruari (Lunn, K & Hall, H., 1998). Sedangkan menurut Schultz and Stern (1977) famili Syngnathidae memiliki musim kawin sepanjang tahun. Sepasang Hippocampus kuda yang telah memijah menurut Al Qodri, dkk.(2005) akan dapat memijah kembali setelah 10 – 15 hari, dengan demikian proses pematangan gonad jenis ikan ini termasuk sangat cepat yaitu hanya membutuhkan waktu 10 – 12 hari saja. Waktu pemijahan biasanya berlangsung pada pagi, siang atau sore hari, karena Hippocampus kuda termasuk hewan diurnal (hewan yang aktif pada siang hari).
3.2. Pengeraman
Pengeraman dilakukan oleh ikan kuda laut jantan didalam brood pouch selama 10 – 14 hari bahkan sampai 6 minggu tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan seperti suhu dan pakan. Hasil penelitian Taryani (2001) memperlihatkan bahwa pada kisaran suhu 28 - 29 0C memberikan hasil yang terbaik selama fase pengeraman atau kehamilan. Hal tersebut tampak dari beberapa fenomena antara lain tingginya nilai kelimpahan juwana yang dilahirkan, tingkat keberhasilan hidup yang tinggi, serta kualitas juwana yang baik. Apabila suhu air rendah maka waktu pengeraman akan lebih panjang begitupun sebaliknya. Pakan yang diberikan tidak teratur dan bernilai gizi rendah maka waktu pengeraman juga akan lebih lama. Selama masa pengeraman embrio akan mendapat pasokan nutrisi dan oksigen dari pembuluh darah yang terdapat pada dinding kantung pengeraman, layaknya plasenta yang terdapat pada mamalia.
3.3. Kelahiran
Proses kelahiran merupakan suatu masa yang meletihkan bagi ikan kuda laut jantan. Ikan kuda laut akan berpegangan kuat dengan cara melilitkan ekornya pada suatu objek penyangga, kemudian akan menggosok-gosokan kantung pengeramannya pada objek tertentu (karang, batu atau ranting alga) sampai anaknya serta potongan-potongan jaringan yang menyertainya dikeluarkan. Pada umumnya juwana dikeluarkan dari kantung pengeraman jantan pada malam hari, namun sering kali terjadi juga pada pagi, siang maupun petang hari.
Menurut Al Qodri, dkk., (1998) adakalanya juwana lahir prematur yang dikeluarkan sebelum 10 hari dari kantung pengeraman yaitu pada hari ke sembilan, juwana yang demikian kondisinya lemah dan akan mengalami kematian. Kondisi ini terjadi karena stres yang dialami oleh ikan kuda laut jantan. Stres dapat dikarenakan gangguan fisik, misalnya ditangkap dengan kasar atau saat dilakukan sampling larva dari dalam kantung pengeraman.
Pada akhir masa kehamilan biasanya ikan kuda laut jantan mulai bekerja memompa dan mendorong selama kurang lebih satu jam untuk mengeluarkan anak-anaknya. Anak ikan kuda laut yang baru lahir merupakan miniatur dari ikan kuda laut dewasa dan hal yang pertama dilakukan setelah keluar dari kantung pengeraman adalah berenang ke permukaan air untuk mengambil udara guna mengisi gelembung renangnya, selanjutnya mereka sudah dapat hidup sendiri tanpa asuhan induknya.

4. Tingkah Laku Ikan Kuda Laut ( Hippocampus kuda ).
Tingkah laku ikan kuda laut merupakan suatu aspek biologi yang menarik untuk dipelajari, baik menyangkut pergerakan, makanan dan cara makan, perubahan warna tubuhnya (mimikri) dan penglihatannya. Hal ini dapat didiskripsikan sebagai berikut:
4.1. Pergerakan
Ikan kuda laut merupakan merupakan ikan yang pasif bergerak, hal ini karena pergerakan tubuhnya hanya dilakukan oleh satu sirip punggung, sedangkan dua sirip dada di dekat telinga digunakan untuk menjaga keseimbangan dan sebagai alat kemudi. Selain sirip punggung dan sirip dada, ikan kuda laut juga mempunyai satu sirip anal yang kecil namun tidak memiliki sirip perut dan sirip ekor, seperti yang dimiliki ikan pada umumnya. Dijelaskan oleh Asmanelli dan Andreas (1993) bahwa ikan kuda laut berenang dengan posisi vertikal dengan gerakan yang sangat lambat, namun apabila dia berenang sangat lambat dengan kecepatan penuh sirip-siripnya bergetar selaju 35 getaran per detik. Seekor anak ikan kuda laut dapat membengkokan ekornya ke arah punggung dalam formasi bulan sabit, dan ekor mencekam ke arah depan. Dalam keadaan tertentu ikan kuda laut dapat menggunakan kepala untuk mengatur arah pergerakannya. Perubahan posisi kepala akan merubah pusat berat tubuh dan hubungan sirip punggung dengan sirip dada. Pergerakan sirip punggung dan sirip dada biasanya serentak dengan lalunya getaran.
4.2. Cara Makan
Ikan kuda laut merupakan jenis ikan pemangsa yang pasif dalam mencari makanan. Ikan ini akan menunggu makanan yang lewat dan akan menyerang mangsanya dengan cara menghisap sampai masuk melalui moncongnya yang panjang. Menurut Burton and Maurice (1983) dijelaskan bahwa ikan kuda laut memakan segala jenis hewan kecil yang berenang sesuai dengan bukaan mulutnya. Mangsa ditempatkan pada posisi yang tepat didepan moncongnya dan ditangkap atau dihisap dari jarak kira-kira 1,5 inci. Umumnya yang dimangsa adalah krustasea berukuran kecil seperti Artemia dan Copepoda.
Dalam mencari makanannya, ikan kuda laut akan menghampiri mangsanya dari atas, samping dan bawah dengan sekehendak hatinya, selain itu ikan kuda laut mampu untuk membuat tubuhnya bercahaya bahkan membuat suatu kejutan yang dapat menimbulkan arus listrik dan hal ini dilakukan untuk menaklukan mangsanya (Schultz and Stern, 1977).
Dijelaskan pula oleh Asmanelli dan Andreas (1993) bahwa seekor artemia atau organisme plankton lainnya yang berenang dari jarak 4 cm dari moncong ikan kuda laut, dengan cepat akan dihisap ke dalam mulutnya. Kemampuan daya cernanya sangat cepat, meskipun ikan kuda laut mempunyai saluran pencernaan yang bergulung-gulung. Anak ikan kuda laut dapat memakan lebih dari 3600 naupili artemia selama waktu tertentu. Ikan kuda laut yang berumur satu tahun dapat memakan 23 individu copepoda dan mencernanya selama 5 – 6 jam.
4.3. Perubahan Warna Tubuh
Ikan kuda laut mempunyai warna bermacam-macam tergantung pada lokasi dimana mereka tinggal, karena kemampuannya untuk melakukan kamulflase yaitu mengubah warna tubuhnya sesuai dengan warna lingkungan guna menghindari diri dari serangan pemangsa atau predator. Predator ikan kuda laut di alam adalah ikan tuna dan ikan karnivor lainnya.
Al Qodri (1997) menjelaskan bahwa ikan kuda laut termasuk hewan mimikri, yaitu sangat mudah dan sering berganti warna, sehingga ikan kuda laut tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan warna tubuhnya.
Selanjutnya dijelaskan oleh Vincent (1994) bahwa kemampuan kamulflase ikan kuda laut turut menunjang aktifitas makannya sebagai predator. Ikan kuda laut akan diam dan tidak melakukan gerakan apapun hingga hewan kecil, seperti larva udang lewat pada jangkauannya. Ikan kuda laut kemudian akan menggerakan kepalanya dengan cepat dan menghisap mangsa melalui moncongnya yang panjang.
Dalam kedudukannya sebagai ikan hias, warna yang beragam dan bentuknya yang unik akan menjadi suatu daya tarik tersendiri dan turut menentukan harga jual jenis ikan kuda laut di pasaran.
4.4. Penglihatan
Ikan kuda laut (Hippocampus kuda) mempunyai sepasang mata yang dapat bergerak bebas, dimana pada saat yang bersamaan mata yang satu dapat digunakan untuk mengamati lingkungan sekitarnya dan menghindari serangan predator, sedangkan yang satunya dapat digunakan untuk mencari mangsa (Burton and Maurice, 1983 ; Thayib, 1977). Dijelaskan juga oleh Lagler et al. ( 1962) bahwa ikan kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular vision) yang berhubungan dengan retina mata, dimana untuk melihat satu mata dapat melihat pada satu arah dan mata lain bergerak ke semua arah.
Mata ikan kuda laut mempunyai warna iris mata mata yang serupa dengan warna tubuhnya. Jika tubuh ikan kuda laut berwarna kuning, maka matannya juga akan berwarna kuning, adapula warna tubuhnya coklat sehingga matanya juga berwarna coklat.
Fungsi mata yang satu tidak tergantung pada mata yang lain. Oleh Thayib (1977) dijelaskan bahwa jika sebelah mata ikan kuda laut dapat melihat ke dasar laut untuk mencari makanan maka pada saat yang sama mata yang satu lagi sedang mengintai musuhnya di permukaan.
5. Habitat dan Distribusi Ikan Kuda Laut (Hippocampus kuda)
Kuiter (1992) menjelaskan bahwa ikan kuda laut terdapat atau hidup di perairan pantai. Beberapa spesies hidup di perairan hangat dan daerah tropis, di daerah rumput laut atau padang lamun ditemukan H. whitei Sementara yang hidup di hutan mangrove adalah H. kuda. Di dasar laut yang lunak dengan bunga karang yang melimpah ditemukan H. zebra, dan dijumpai pula diantara karang di daerah tropis yaitu H. comes. Beberapa ikan kuda laut memerlukan tempat hidup yang spesifik, misalnya H. bargibanti hanya dijumpai di sekitar daerah perairan yang ditumbuhi kipas laut (karang gargonid).
Ikan kuda laut hidup pada zona litoral yaitu perairan lepas pantai, dimana penetrasi cahaya matahari dapat mencapai dasar perairan, sedangkan penyebarannya meliputi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sampai kepulauan Hawai dan Jepang (Weber & Beaufort, 1992).
Menurut laporan hasil penelitian Lourie et al., (2004) tentang jumlah Hippocampus spp yang terdapat di perairan Indonesia, ternyata ditemukan sebanyak 9 (sembilan) jenis. Jenis-jenis tersebut antara lain Hippocampus barbaouri, H. bargibanti, H. comes, H. histrix, H. kelloggi, H. kuda, H. spinosissimus, H. trimaculatus dan H. sp. nov. Jenis yang pertama kali diketemukan di perairan Indonesia adalah Hippocampus barbaouri, , H. comes. H. kelloggi, dan H. sp. nov. Di paparan Sunda lebih banyak ditemukan Hippocampus spinosissimus dan H. trimaculatus, sementara H. kuda dan H. barbouri lebih banyak berada di luar paparan Sunda.
6. Parameter yang Mempengaruhi Kehidupan Ikan Kuda Laut (Hippocampus kuda ).
6.1. Suhu
Ikan kuda laut beradaptasi pada wilayah perairan yang cukup luas, menyebabkannya bersifat euryhaline. Ikan kuda laut dapat mentoleransi perubahan kisaran suhu yang luas, asalkan perubahannya tidak terlalu cepat. Menurut Giwojna (1990) suhu yang sesuai untuk kehidupan ikan kuda laut adalah 25 – 27 0C . Suhu yang berada dibawah 20 0C akan menyebabkan kematian pada ikan kuda laut (Wong, 1982).
Suhu air sangat berpengaruh terhadap metabolisme ikan. Kecepatan metabolisme dan respirasi ikan kuda laut akan meningkat seiring dengan naiknya suhu yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Suhu yang terlalu dingin akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan gonad serta menurunkan daya tahan tubuh sehingga akan mudah terserang penyakit, sedangkan suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan tumbuhnya lumut dan dapat mengurangi oksigen terlarut. Suhu yang sesuai untuk kehidupan ikan kuda laut adalah berkisar 28 – 30 0C, sedangkan untuk perkembangan larva berkisar antara 25 – 29 0C (Weiping, 1990).
6.2. Cahaya
Ikan kuda laut merupakan jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif, yaitu bereaksi positif bila melihat cahaya. Bila terdapat cahaya maka ikan kuda laut akan aktif bergerak (mobile) dan mencari makanan, sebaliknya jika intesitas cahaya rendah maka ikan kuda laut tidak akan aktif bergerak (Wong, 1982). Selanjutnya dijelaskan oleh Weiping (1990) bahwa cahaya yang optimum untuk kehidupan ikan kuda laut berkisar 3000 – 6000 lux, jika terlalu gelap maka akan menyebabkan kebutaan pada ikan kuda laut.
6.3. Salinitas
Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air laut, biasanya dinyatakan dalam satuan 0/00 (permil atau gram perliter). Salinitas merupakan faktor lingkungan yang penting bagi kehidupan biota laut. Setiap biota memiliki toleransi yang berbeda terhadap salinitas untuk kelangsungan hidupnya (Nontji, 1993).
Salinitas yang sesuai untuk kehidupan ikan kuda laut berkisar antara 30 – 32 ppt, sedangkan untuk juwana (larva) berkisar 32 – 35 ppt. Salinitas merupakan faktor penting dalam proses osmoregulasi dan metabolisme dari ikan kuda laut.
6.4. Derajat Keasaman (pH)
Menurut Hefni Effendi (2000) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH pada kisaran 7 – 8,5. Dijelaskan pula oleh Thariq, dkk. (2005) bahwa dari hasil pengamatan di BBL Lampung ternyata pH air laut berkisar 7,2 – 8,3 berpengaruh terhadap toksisitas suatu senyawa kimia, dimana pada pH rendah banyak ditemukan senyawa amoniak berion dan sebaliknya pada pH tinggi (alkalis) banyak ditemukan amoniak tidak berion yang bersifat toksik.
6.5. Oksigen Terlarut
Meskipun ikan kuda laut tidak bergerak secara aktif, tetapi mereka tetap memerlukan kandungan oksigen yang memadai, terutama bagi induk-induk yang sedang hamil, karena selain untuk dirinya sendiri juga untuk suplai oksigen yang cukup kedalam kantung pengeramannya agar telur-telur dapat menetas dan berkembang dengan sempurna.
Menurut Weiping (1990) dijelaskan bahwa kadar oksigen yang sesuai untuk kehidupan ikan kuda laut adalah 3 ppm. Kematian akan terjadi jika oksigen terlarut berada dibawah 2,5 ppm. Sedangkan menurut Al Qodri, dkk. (1998) bahwa kandungan oksigen pada air sebagai media pemeliharaan untuk kepentingan budidaya ikan kuda laut berkisar 5 – 6 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut di dalam air dapat mempengaruhi metabolisme ikan kuda laut. Laju metabolisme ikan kuda laut akan menurun sejalan dengan menurunnya kandungan oksigen terlarut sampai titik minimal yang mendukung kehidupannya.
6.6. Amoniak dan Nitrit
Amoniak (NH3) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu hasil dari proses penguraian bahan organik. Amoniak biasanya berada dalam dua bentuk yaitu NH4 atau biasa disebut Ionized Ammonia (amoniak terionisasi) yang tidak beracun dan NH3 atau Unionized Ammonia (Amoniak tidak terionisasi) yang bersifat racun (Kordi dan Tancung, 2007). Toksitas amoniak tidak berion pada biota dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut, pH, dan suhu. Boyd (1982) menyatakan bahwa tingkat keracunan amoniak berbeda-beda untuk setiap spesies, tetapi kadar 0,6 mg/l dapat membahayakan organisme.

Kandungan nitrit (NH2) dalam air berasal dari proses biologis perombakan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Tingginya nilai nitrit mengikuti tingginya nilai amoniak dalam suatu perairan. Menurut Hefni Effendi (2000) bahwa kadar nitrit yang melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif.
6.7. Kedalaman Air
Ikan kuda laut umumnya sering ditemukan pada kedalaman 1 – 15 m, bahkan ada jenis yang ditemukan pada kedalaman 45 – 60 m, misalnya Hippocampus bargibati. Ikan kuda laut juga dapat berpindah secara perlahan untuk menemukan daerah yang lebih baik (Vincent, 1996).
6.8. Ketersediaan Makanan
Menurut Al Qodri, dkk. (2005) di alam ikan kuda laut memakan berbagai organisme planktonik terutama zooplankton atau larva dari jenis crustecea. Ikan kuda laut termasuk jenis hewan karnivora, memakan segala jenis hewan kecil yang sesuai dengan bukaan mulutnya. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Schultz (1948) bahwa semua jenis ikan hias dari suku Syngnathids, selama hidupnya memerlukan makanan hidup dari crustacea kecil.
Dalam usaha budidaya ikan kuda laut, faktor jenis pakan dan pola pemberian pakan yang tepat akan menentukan kualitas pertumbuhan dan kelulushidupan (survival rate) ikan kuda laut mulai dari fase juwana sampai dengan dewasa. Dijelaskan oleh Vincent (1994) bahwa induk ikan kuda laut betina yang terlambat makan atau mutu pakan yang diberikan kurang baik, akan mudah terserang penyakit, telur yang dihasilkan tidak maksimal (sedikit), pada induk ikan kuda laut jantan akan melahirkan juwana yang lebih kecil dan lemah.
Menurut Puja, dkk. (1998) pakan mulai diberikan pada hari pertama ketika juwana lahir adalah Copepoda dengan kepadatan 3 – 5 individu/ml. Setelah juwana berumur lebih dari 10 hari sampai juwana berumur 30 hari diberi pakan naupli Artemia dengan kepadatan 1 – 2 individu/ml. Pada umur 30 – 90 hari ikan kuda laut diberi pakan Artemia dewasa dengan kepadatan 1 – 2 individu/ml. Setelah ikan kuda laut berumur lebih dari 90 hari diberi pakan udang rebon (Mesopodopsis) segar dan udang jambret (Mysidopsis, sp) dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari secara ad libitum. Dijelaskan pula oleh Suryati (2007) bahwa pakan alami yang cocok dan efektif untuk diberikan sejak hari pertama dan selama pemeliharaan adalah dengan kepadatan 4 individu/ml. Al Qodri, dkk (1998) menambahkan bahwa masalah yang sering terjadi pada pemeliharaan juwana ikan kuda laut adalah ketidaksesuaian pakan alami dengan bukaan mulut dari juwana ikan kuda laut dan persyaratan nilai nutrisi yang tinggi. Ukuran bukaan mulut juwana yang baru lahir (D1) rata-rata 500 mikron atau 0,5 mm.
Untuk menjaga kualitas air terhadap pertumbuhan pakan alami maka perlu ditambahkan fitoplankton yaitu Nannochloropsis sp atau Tetraselmis yaitu jenis alga hijau dan juga Chaetoceros sp dari jenis alga coklat, serta larutan fermentasi dedak. Nannochloropsis sp adalah pakan untuk pertumbuhan Brachionis plicatilis atau Rotifera, Artemia dan Diaphanosoma,sp, sedangkan Chaetoceros sp adalah pakan untuk Copepoda. Larutan fermentasi dedak diberikan untuk turut memacu pertumbuhan Artemia dan Copepoda.
6.9. Penyakit
Hambatan yang sering muncul dalam kegiatan pembenihan adalah munculnya penyakit pada ikan kuda laut, sehingga upaya pengendalian dan pencegahan merupakan faktor yang penting untuk memperkecil kemungkinan munculnya penyakit pada ikan kuda laut. Penyakit yang sering muncul pada ikan kuda laut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya lumut, parasit dan kelebihan udara / gas dalam kantung pengeraman induk ikan kuda laut jantan.
Lumut dapat tumbuh di badan ikan kuda laut maupun pada dinding bak pemeliharaan. Kondisi ini tentu akan menggangu aktifitas dan bahkan sampai dapat menyebabkan kematian pada induk ikan kuda laut, karena lumut yang ada akan meliliti tubuh ikan kuda laut sehingga akan susah berenang dan bernafas. Di sisi lain lumut yang tumbuh pada dinding bak pemeliharaan akan menjadi substrat bakteri ataupun parasit yang dapat merugikan ikan kuda laut. Untuk mencegah tumbuhnya lumut dapat dilakukan dengan pencucian bak secara rutin dengan menggunakan kaporit dan intesistas cahaya dikurangi. Apabila lumut tumbuh pada tubuh ikan kuda laut, maka dilakukan perendaman terhadap ikan kuda laut dengan menggunakan Acriflavin atau Methelyn blue dengan dosis 3-5 ppm, kemudian tubuh induk ikan kuda laut disikat dengan menggunakan sikat kecil (sikat gigi) secara perlahan, dan direndam kembali dalam air tawar selama kurang lebih 10 – 15 menit.
Jenis parasit yang sering ditemukan dalam budidaya ikan kuda laut adalah jamur mikroskopik Ascarophis sp, Leptolaimus, dan Euplotes sp. Target organ yang diserang oleh parasit Ascarophis sp, Leptolaimus, dan Euplotes sp adalah kulit. Namun ciri-ciri ikan kuda laut yang diserang berbeda-beda, ikan kuda laut yang terkena penyakit oleh parasit Ascarophis sp dan Leptolaimus tubuhnya akan terbungkus dengan lendir, sedangkan ikan kuda laut yang terkena parasit Euplotes sp terlihat adanya pengelupasan pada kulit ekor. Cara penanganan ikan kuda laut yang terkena parasit Ascarophis sp, Leptolaimus, dan Euplotes sp adalah sama yaitu direndam dengan menggunakan Acriflavin dengan dosis 5 – 10 ppm selama 15 – 20 menit atau dapat juga menggunakan formalin dengan dosis 1 – 2 ppm selama 5 – 10 menit, kemudian direndam dengan menggunakan air tawar selama kurang lebih 0,5 menit.
Penyakit lain yang sering ditemukan pada ikan kuda laut adalah Gas Double Deseases. Penyakit ini ditandai dengan mengapungnya ikan kuda laut di permukaan air dengan kondisi perut yang mengembung. Hal ini sebabkan karena terperangkapnya udara di dalam tubuh ikan kuda laut serta gagalnya proses kelahiran juwana sehingga mengalami kematian dalam kantung pengeraman ikan kuda laut jantan sehingga menyebabkan terbentuknya gas. Ikan kuda laut jantan akan seperti balon dan dengan cepat mengapung di permukaan. Ciri-ciri ikan kuda laut yang terkena penyakit Gas Double Deseases adalah mengapung di permukaan air dengan perut mengembung dan mengalami stres, kulit pecah-pecah, kulit ekor robek dan luka-luka dalam. Cara pengobatan penyakit tersebut yaitu pada bagian kelamin induk disuntik dengan menggunakan spuit, kemudian gas yang ada dalam tubuh dihisap dan bagian kelamin dioles dengan Acrivlafin.
2.7. Pakan Alami Ikan Kuda Laut (Hippocampus Kuda)
Pakan alami adalah makanan hidup bagi larva berbagai jenis ikan laut, yang meliputi fitoplankton, zooplankton dan bentos. Ketiga jenis makanan ini berfungsi sebagai sumber karbohidrat, protein, lemak dan mineral untuk pertumbuhan dan perkembangan larva (benih). Sifat pakan alami yang bergerak pasif akan mempermudah larva (benih) untuk memangsanya (Mayunar dan Samad, 2000).
Menurut Budileksono (1995) bahwa keterbatasan tersedianya jasad pakan merupakan faktor pembatas bagi kehipan larva ikan. Di unit pembenihan, jasad pakan alami harus dipasok secara berkelanjutan dan cukup ketersediaannya. Kesulitan dalam penyediaan pakan alami tersebut menjadi dorongan bagi manusia untuk menciptakan pakan buatan untuk pemeliharaan larva ikan.
Selanjutnya dijelaskan oleh Mayunar dan Samad (2000) bahwa ketersediaan pakan alami yang tepat ukuran, jenis, jumlah dan mutu akan menghasilkan pertumbuhan yang baik dan sintasa (kelangsungan hidup) yang tinggi. Agar pakan alami tersedia dalam jumlah yang cukup pada saat larva mulai makan, maka penyediaan dan budidaya pakan alami harus disesuaikan dengan jenis, sifat dan jadwal pemijahan.
Syarat pakan alami yang baik menurut Khairuman dan Amri (2002) adalah tidak membahayakan bagi kehidupan larva yang dipelihara, tidak mencemari lingkungan, tidak mengandung bahan racun maupun logam berat, tidak menghasilkan racun pada seluruh siklus hidupnya, tidak berperan sebagai inang suatu organisme patogen maupun parasit dan harus dapat dimakan oleh larva yang sedang dipelihara sesuai dengan bukaan mulutnya.
Pada fase juwana (usia D1-D30) ikan kuda laut hanya memakan pakan alami berupa Brachionis plicatilis atau Rotifera, Copepoda, naupli Artemia dan Diaphanosoma sp. Sedangkan untuk ikan kuda laut dewasa, jenis pakan yang diberikan adalah pakan dalam kondisi mati namun masih segar (fresh food) yaitu berupa udang jambret (Mysids shrimp), udang rebon (Mesopodopsis) dan teri nasi.

Beberapa contoh spesies Ikan Kuda Laut:

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer